Nama :Atikatul
Mutmainah
Nim :A1C111065
Matakuliah :Kimia Bahan Alam
Kredit :2SKS
Dosen :Dr. Syamsurizal, M.Si
Dosen :Dr. Syamsurizal, M.Si
Hari/Tanggal :Selasa,03Desember2013
Waktu 10.00 s/d 10.00 pagi ( tanggal 10 Desember 2013 )
Waktu 10.00 s/d 10.00 pagi ( tanggal 10 Desember 2013 )
1.
Cari diartikel
tentang tehnik identifikasi dari suatu senyawa terpenoid? Mengapa dengan reagen
tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan lain seperti flavonoid,
alkaloid atau fenolik lain? Nama artikel, alamat web, dasar artikel
2.
Dengan cara
yang sama cari tehnik isolasi tentang senyawa terpenoid, jelaskan dasar ilmiah penggunaan
pelarut dan tehnik-tehnik isolasi dan purifikasi. Misalnya dengan pelarut etanol
dengan melakukan kromatografi
3.
Pelajari cara
biosintesis suatu terpenoid. Identifikasilah sekurang-kurangnya 5 jenis reaksi organik
yang terkait dengan biosintesis tersebut dan jelaskan reaksinya?
4.
Salah satu
bioaktivitas terpenoid berhubungan dengan hormone laki-laki dan perempuan,
jelaskan gugus fungsi yang mungkin berperan sebagai hormone baik pada
testosterone dan estrogen. Misalnya pada hormone testosterone itu yang paling aktif
apa??
Penyelesaian:
1. Jawaban nomor 1 :
Contoh identifikasi senyawa
terpenoid pada daun pepaya:
Bahan
Biji pepaya yang digunakan dalam
penelitian ini adalah biji pepaya yang berwarna putih yang diambil di daerah
Kupang-NTT. Bahan kimia yang digunakan seperti metanol (teknis dan p.a),
kloroform p.a, n-heksana (p.a dan teknis), asam sulfat pekat, asam
asetat anhidrat, kalium bromida (KBr), silika gel GF254, silika gel 60,
etilasetat p.a, eter p.a, etanol (p.a dan teknis), dan akuades.
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah
berbagai alat gelas, seperangkat alat kromatografi (KLT dan kolom), lampu ulta
violet 254 nm dan 366 nm, spektrofotometer ultra violet -tampak, serta
spektrofotometer inframerah.
Cara Kerja
Biji pepaya yang berwarna putih
dicelupkan ke dalam etanol panas kemudian dikeringkan dan dihaluskan. Sebanyak
500 g serbuk kering biji pepaya diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan
pelarut n-heksana. Ekstrak yang didapat diuapkan dengan rotary vacuum
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana. Ekstrak
kental tersebut diuji fitokimia dengan pereaksi Liebermann-Burchard untuk
menentukan ada tidaknya triterpenoid. Ekstrak kental positif triterpenoid
dipisahkan dengan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan pemisahan dengan
kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan pemilihan eluen dengan teknik
KLT. Hasil pemisahan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana : eter
: etilasetat : etanol (2:3:3:2)) yang sama digabungkan dan dikelompokkan
menjadi kelompok fraksi. Masing-masing kelompok fraksi tersebut diuji untuk
triterpenoid. Fraksi yang positif mengandung triterpenoid dengan noda tunggal
dilanjutkan dengan uji kemurnian secara KLT dengan beberapa campuran eluen.
Bila tetap menghasilkan satu noda maka fraksi tersebut dapat dikatakan sebagai
isolat relatif murni secara KLT. Isolat relatif murni ini kemudian dianalisis
dengan Spektrofotometer Ultra violettampak dan Inframerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat yang diperoleh sebanyak 50
mg dari sekitar 500 g sampel serbuk kering biji papaya. Pemisahan 21,66 g
ekstrak kental nheksana menggunakan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana
: eter : etilasetat : etanol (2:3:3:2)) menghasilkan 127 eluat, yang kemudian
difraksinasi denagn KLT menghasilkan 3 kelompok fraksi. Ketiga kelompok fraksi
tersebut diuji untuk triterpenoid dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Hasil
uji triterpenoid ketiga kelompok fraksi tersebut dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji triterpenoid
Fraksi
|
Berat (g)
|
|
Pereaksi LB
|
F1 (5-23) F2 (24-65) F3
(66-127)
|
0,10 1,22 0,05
|
|
Coklat Merah ungu Merah ungu
|
Fraksi yang dilanjutkan untuk
analisis lebih lanjut adalah fraksi F3. Uji kemurnian dengan analisis KLT
menggunakan beberapa fase gerak menghasilkan isolat relatif murni dengan satu
noda pada berbagai polaritas eluen yang digunakan. Hasil analisis dengan
spektrofotometri inframerah menunjukkan adanya serapan tajam pada daerah
bilangan gelombang 2923,8 cm-1 dan 2852,2 cm-1 yang diduga serapan
dari gugus C-H alifatik stretching. Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan
pada daerah bilangan gelombang 1464,4 cm-1 dan 1206,5 cm-1 yang
merupakan serapan dari -CH2 dan –CH3 bending. Pita serapan yang tajam pada
daerah bilangan gelombang 1710,4 cm-1 dengan intensitas kuat
mengidentifikasikan gugus karbonil (C=O) (Sastrohamidjojo, 1985). Identifikasi
dengan spektrofotometri ultra violet -tampak menunjukkan serapan maksimum pada
panjang gelombang 228,5 nm yang kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya
transisi elektrón n-0 * dari kromofor C=O. Hal ini didukung hasil
analisis spektrofotometri inframerah yang menunjukkan isolat mempunyai gugus
fungsi C=O pada panjang gelombang 1710,4 nm. Serapan ultra violet yang landai
pada panjang gelombang 287,7 nm kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya
transisi elektronik n -J * dari ikatan rangkap C=O (Sastrohamidjojo,
1985).
Hasil uji aktivitas antibakteri
menunjukkan bahwa isolat triterpenoid (F3) dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki
potensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter daerah hambat sebesar 10
mm untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus.
Uji identifikasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard
merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan
digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari
steroid yang akan membentuk turunan asetil di dalam kloroform. Alasan
penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik
didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul
air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat
akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil
tidak akan terbentuk.
Alasan mengapa senyawa lain tidak
bisa memakai pereaksi ini karena prisip kerja dari leberman buchard sangat
spesifik dia akan berubah warna jika di ujikan hanya pada senyawa- senyawa
terpenoid dan turunannya, seperti yang sudah disebutkan pada tulisan dia atas
bahwa Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam
sulfat pekat jika direaksikan dengan senyawa terpenoid ataupun turunannya dia
akan mengalami perubahan warna, seperti contoh di atas.
2. Jawaban
nomor 2 :
Ekstraksi
senyawa terpenoid dilakukan
dengan dua cara
yaitu :
1. Sokletasi
Seberat 1000 g
serbuk kering herba meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n –
heksana. Ekstrak
n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana
dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
2. Maserasi
Seberat 1000 g
serbuk kering herba meniran dimaserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak
metanol dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis
diekstraksi dengan 5 x 50 mL n – heksana. Ekstrak n-heksana
dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana
dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
Uji aktivitas
antibakteri
Ekstrak n-heksanaa
diuji aktivitasnya terhadap bakteri Eschericia coli dan Staphyloccocus
aureus dengan tahap – tahap sebagai berikut :
1. Diambil
sebanyak satu koloni biakan bakteri Eschericia coli dengan menggunkan
jarum ose yang dilakukan secara aseptis.
2. Dimasukkan ke
dalam tabung yang berisi 2 mL Mueller-Hinton broth kemudian diinkubasi selama
24 jam pada suhu 35ºC .
3. Suspensi
bakteri homogen yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media
Mueller-Hinton agar, secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril.
4. Kemudian
ditempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya (n-heksana)
yang digunakan sebagai kontrol.
5. Lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC .
6. Dilakukan
pengukuran daya hambat zat terhadap bakteri.
7. Untuk biakan
bakteri Staphyloccocus aureus dilakukan dengan cara yang sama seperti
biakan bakteri Eschericia coli, namun suhunya berbeda yaitu
pada suhu 37ºC
Ekstrak yang
positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi
kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol
(3 : 7). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif
terpenoid dan
paling aktif
antibakteri dilanjutkan ke tahap pemurnian menggunakan kromatograi lapis tipis.
Isolat yang relatif murni selanjutnya diidentifikasi menggunakan kromatogafi
gas – spektroskopi massa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ekstraksi
dengan cara sokletasi dan maserasi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana pada
kedua cara tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini dibuktikan
dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak nheksana direaksikan
dengan Pereaksi Lieberman Burchard. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak
n-heksana hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih besar
dibandingkan ekstrak n-heksana hasil maserasi. Terhadap ekstrak n-heksana
hasil sokletasi dipisahkan mengunakan kromatografi kolom menghasilkan tiga buah
fraksi yang dipaparkan pada Tabel 1.
Hasil uji
fitokimia menunjukkan bahwa fraksi A dan fraksi C positif terpenoid yaitu memberikan
warna merah muda (positif diterpenoid) pada fraksi A dan warna ungu muda (positif
triterpenoid) pada fraksi C setelah direaksikan dengan pereksi
Lieberman-Burchard. Hasil ini dipaparkan pada Tabel 2.
Alasannya mengapa memakai n-heksana
karena jika senyawa terpenoid bereaksi dengan n-heksana dia akan membentuk
benzil dan senyawa pengganggu akan terputus, dan mengapa memakai kromatografi
karena dengan memakai kromatografi senyawa alkaloid secara murni bisa
didapatkan, kemungkinan senyawa penggangu sangat kecil.
3. Jawaban
nomor 3 :
BIOSINTESIS
SENYAWA TERPENOID
Terpenoid
merupakan bentuk senyawa dengan struktur yang besar dalam produk alami yang
diturunkan dan unit isoprene (C5)yang bergandengan dalam model kepala ke ekor,
sedangkan unit isoprene diturunkan dari metabolism asam asetat oleh jalur asam
mevalonat (MVA). Adapun reaaksinya adalah sebagai berikut:
Secara umum
biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1. Pembentukan
isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan
kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-. sester-,
dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan
ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Mekanisme dari
tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan
oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam
asetoasetat.
Senyawa yang dihasilkan ini dengan
asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon
bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat, reaksi-reaksi berikutnya
adalah fosforialsi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasimenghasilkan isopentenil (IPP) yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi dimetil alil piropospat (DMAPP) oleh enzim isomeriasi.
IPP sebagai unti isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP
dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isoprene untuk
menghasilkan terpenoid.
Penggabungan ini terjadi karena
serangan electron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang
kekurangan electron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan
geranil.pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.
Penggabungan selanjutnya antara satu
unti IPP dan GPP dengan menaisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat
(FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. Senyawa
diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari
kondensasi antara satu unti IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Mekanisme
biosintesa senyawa terpenoid adalah sebagai berikut:
4. Jawaban nomor 4 :
Semua hormon-hormon steroid
pada dasarnya memiliki struktur yang sama, hanya saja mempunyai sedikit
perbedaan kimiawi yang mengakibatkan terjadinya perbedaan aktivitas biokimiawi.
Struktur dasarnya adalah molekul siklopentanolperhidrofenantren, molekul ini
terdiri dari 3 buah cicin dari 6 atom karbon dan sebuah cicin dari 5 atom
karbon. Cincin dasar ini ditandai dengan huruf A, B, C, dan D, sedangkan atom
karbon diberi angka (gambar 1).
Hormon steroid seks dibagi
menjadi 3 kelompok utama berdasarkan jumlah atom karbon yang dimiliki (gambar
2).
1. Seri karbon 21, struktur dasarnya
adalah nucleus pregnane, termasuk disini kortikoid dan progestin
2. Seri karbon 19, struktur dasarnya
adalah nukleus androstane termasuk disini hormon androgen
3.
Seri karbon 18, struktur
dasarnya adalah nukleus estrange termasuk disini hormon estrogen.
Gambar 2. Pembagian hormon
steroid seks (dikutip dari Wibowo7)
Derivat
estrange memiliki 3 bentuk yaitu estron, estradiol dan estriol (gambar 3).
Gambar
3. Tiga bentuk derivat estrange (dikutip dari Wibowo7)
Penamaan
dari hormon streroid ini menggunakan jumlah atom karbon yang ada, nama
dasarnya didahului dengan
jumlah yang menunjukkan posisi dari ikatan rangkap, nama-nama tersebut
menunjukkan posisi dari ikatan rangkap, nama-nama tersebut menunjukkan apakah
terdapat 1, 2 atau 3 ikatan yaitu : - ene, dan –diene, -triene. Setelah nama
dasar 4 diikuti dengan nama kelompok hidroksi yang
ditunjukkan dengan jumlah rantai karbon yang terikat, 1, 2 atau 3 kelompok
hidroksi yaitu : - ol, - diol, - triol. Kemudian group keton menyusul dipaling
akhir dengan nama sesuai jumlah karbon yang terikat 1, 2 atau 3 yaitu : - one,
- dione dan – trione, sebagai contoh diperlihatkan pada gambar (gambar 4).
Gambar
4. Penamaan hormon steroid ( dikutip dari Wibowo7 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar