Pisang Musa paradisiaca merupakan
tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara. Menurut
INIBAP (2000) dalam Heslop-Harisson dan Schwarzacher (2007), pisang merupakan
hasil pertanian utama dunia yang tumbuh dan dikonsumsi oleh lebih dari 100
negara yang memilikiiklim tropis dan sub tropis. Diseluruh dunia sendiri lebih
dari 1000 varietas pisang yang telah diakui (Anonim, 2008).
Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki banyak keanekaragaman pisang sehingga
menjadikannya sebagai salah satu negara pengekspor pisang. Salah satu jenis
pisang yang sering kita jumpai adalah pisang ambon Musa paradisiaca var.
sapientum. Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa kandungan pisang
tersebut adalah katekulamin, serotonin dan depamin (Waalkes, et al.,
1958), karbohidrat (Anhwange, 2008), saponin, tannin, alkaloid, indol alkaloid,
flavanoid, phylobattanin, antrakuinon dan kuinon ( Salau, et al., 2010)
Getah
pelepah pisang sendiri mengandung tanin dan saponin yang berfungsi sebagai
antiseptik (Djulkarnain,1998), pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Budi 2008
dalam Priosoeryanto et al., (2006) yakni getah pelepah pisang mengandung
saponin, antrakuinon, dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai antibiotik dan
penghilang rasa sakit. Selain itu, terdapat pula kandungan lektin yang
berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit. Kandungan-kandungan
tersebut dapat membunuh bakteri agar tidak dapat masuk pada bagian tubuh kita
yang sedangmengalami luka. Oleh karena itu ekstrak getah pelepah pisang dapat
digunakan untuk mengobati infeksi nosokomial (Hananta, 2006).
Menurut (WHO, 2002) infeksi nosokomial
adalah infeksi yang didapat oleh pasien selama dirawat dirumah sakit akibat
terjadinya perpindahan mikroorganisme melalui petugas kesehatan maupun alat
yang digunakan saat mengobati pasien maupun disebabkan oleh mikroorganisme yang
sudah ada dalam tubuh pasien. Berdasarkan hasil survey WHO dari 55 rumah sakit
di 14 negara bagian dari Eropa, Mediteranian bagian timur, Asia selatan dan
timur serta Pasifik menunjukkan 8,7% pasien dari rumah sakit tersebut terkena
infeksi nosokomial, sehingga sekitar 1,4 juta orang didunia menderita infeksi
nosokomial.
Di
Indonesia sendiri kejadian infeksi nosokomial pada jenis atau tipe rumah sakit
sangat beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2004
diperoleh data proporsi kejadian infeksi nosokomial dirumah sakit pemerintah
dengan jumlah pasien 1.527 orang dari jumlah pasien berisiko 160.417 (55.1%),
sedangkan untuk rumah sakit swasta jumlah pasien 991 dari jumlah pasien yang
berisiko 130.047 (35,7%) dan untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254
dari jumlah pasien berisiko 1.672 (9,1%) ( Depkes RI, 2004).
Menurut INICC (2010) mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial yakni Enterococcus, Providencia,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumannii,
Stenotrophomonas, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia dan Candida
albicans. Beberapa mikroorganisme tersebut telah resisten dengan obat yang
diberikan, misalnyaisolat Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap
imipenem atau meropenem sebesar 47,2%, Staphylococcus aureus resisten
terhadap methicillin sebesar 84,4%, Klebsiella pneumoniaresisten
terhadap ceftazidimin sebesar 76,3%, Escherichia coli resisten terhadap
ceftazidimin sebesar 66,7% dan Acinetobacter baumannii resisten terhadap
imipenem atau meropenem sebesar 55,3% (Rosenthal, et al., 2011).
Persentase
mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial yakni Staphylococcus
aureus sebesar 34%, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli sebesar
32%, Candida albicans sebesar 10% dan Acinetobacter baumannii sebesar
7% (Tortora,et al., 2001).
Berdasarkan
ulasan diatas, dapat diketahui bahwa Staphylococcus aureus merupakan
bakteri pemeran utama yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial sebesar
34%. Staphylococcus aureus ini pula sudah resisten terhadap methicillin
(MRSA) sebesar 84,4%, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli merupakan
bakteri yang menyebabkan infeksi ini sebesar 32% dan telah resistensi dengan
imipenem atau meropenem sebesar 47,2% dan ceftazidimin sebesar 66,7%.
Resistensi ini memacu perkembangan penelitian obat berbahan tumbuhan yang
antiinfeksi. Sebelumnya telah ditemukan senyawa yang dikandung oleh getah
pelepah pisang yang mampu menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeuroginosa namun
pisang yang digunakan tidak ditentukan spesiesnya (Hananta, 2006).
Penelitian
ini menggunakan senyawa pada getah pelepah pisang terutama pada spesies pisang
ambon Musa paradisiaca var. sapientum untuk mengetahui efek
antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan dari Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeuroginosa dan Escherichia coli yakni bakteri yang
diketahui sebagai penyebab utama terjadinya infeksi nosokomial.
Efek
antibakteri getah pelepah pisang Ambon terhadap ketiga bakteri uji tersebut
disebabkan karena adanya saponin, flavanoid, tannin, kuinon, phenol, dan lektin
(Priosoeryanto, 2005). Menurut Prasetyo, et al.,(2008) menyatakan bahwa
saponin merupakan senyawa metabolik sekunder yang berfungsi sebagai antiseptik
sehingga memiliki kemampuan antibakteri. Adanya zat antibakteri tersebut akan
menghalangi pembentukan atau pengangkutan masing-masing komponen kedinding sel
yang mengakibatkan lemahnya struktur disertai dengan penghilangan dinding sel
dan pelepasan isi sel yang akhirnya akan mematikan maupun menghambat
pertumbuhan sel bakteri tersebut. Hal yang sama dikemukakan oleh Cannell (1998)
bahwa senyawa saponin akan membentuk senyawa kompleks dengan membran sel
melalui ikatan hidrogen, sehingga dapat menghancurkan sifat permeabilitas
dinding sel dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel.
permasalahan : pemasalahan saya disini bagaimana kerja flavonoid dalam menghanbat terbentuknya bakteri lagi, dan bagaimana reaksinya???
permasalahan : pemasalahan saya disini bagaimana kerja flavonoid dalam menghanbat terbentuknya bakteri lagi, dan bagaimana reaksinya???
saya akan mencoba menjawab permasalahan sdri.tika, bagaimana kerja flavonoid dalam menghanbat terbentuknya bakteri lagi, menurut sy berdasarkan literatur yg sy baca kerja flavonoid itu sendiri dalam menghambat terbentuny bakteri, senyawa flavonoid merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel. kita dapat menguji nya dengan: UJI EFEKTIFITAS SENYAWA AKTIF ANTI BAKTERI
BalasHapusPada uji efektifitas senyawa aktif antibakteri ini ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol. diketahui bahwa ekstrak etanol mengandung senyawa aktif flavonoid dan triterpenoid. flavonoid dapat berefek antibakteri melalui kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan protein yang dapat larut serta dengan dinding sel bakteri. diketahui bahwa senyawa flavonoid dalam ekstrak etanol lebih dominan daripada triterpenoid. Flavonoid merupakan senyawa yang cenderung bersifat polar, kepolaran senyawa inilah yang mengakibatkan senyawa lebih mudah menembus dinding sel bakteri S. aureus karena struktur dinding sel bakteri ini berlapis tunggal dan tersusun atas peptidoglikan (protein dan gula)serta lipid dengan kadar rendah (1-4 %), sehingga ekstrak etanol lebih mudah menembus dinding sel bakteri ini. Dinding sel bakteri E. coli lebih sulit ditembus senyawa yang bersifat polar karena struktur dinding sel bakteri ini berlapis tiga yang tersusun atas peptidoglikan dan lipid dengan kadar yang tinggi (11-22 %), sehingga ekstrak etanol lebih sulit menembus dinding sel bakteri ini. trimakasih
Senyawa flavonoid merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel
BalasHapusFlavonoid bekerja dengan cara merusak membran sitoplasma sehingga bakteri akan rusak dan mati. Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri menurut Naim (2004) berhubungan dengan kemampuan tanin dalam menginaktivasi adhesin sel mikroba (molekul yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada permukaan sel. Tanin yang mempunyai target pada polipeptida dinding sel akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel, karena tanin merupakan senyawa fenol.
Dapat di uji dengan: UJI EFEKTIFITAS SENYAWA AKTIF ANTI BAKTERI
Pada uji efektifitas senyawa aktif antibakteri ini ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol. diketahui bahwa ekstrak etanol mengandung senyawa aktif flavonoid dan triterpenoid. flavonoid dapat berefek antibakteri melalui kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan protein yang dapat larut
serta dengan dinding sel bakteri. diketahui bahwa senyawa flavonoid dalam ekstrak etanol lebih dominan daripada triterpenoid. Flavonoid merupakan senyawa yang cenderung bersifat polar, kepolaran senyawa inilah yang mengakibatkan senyawa
lebih mudah menembus dinding sel bakteri S. aureus karena struktur dinding sel bakteri ini berlapis tunggal dan tersusun atas peptidoglikan (protein dan gula)serta lipid dengan kadar rendah (1-4 %), sehingga ekstrak etanol lebih mudah menembus dinding sel bakteri ini. Dinding sel bakteri E. coli lebih sulit ditembus senyawa yang bersifat polar karena struktur dinding sel bakteri ini berlapis tiga yang tersusun atas peptidoglikan dan lipid dengan kadar yang tinggi (11-22 %), sehingga ekstrak etanol lebih sulit menembus dinding sel bakteri ini.